HMHI UNRAM kembali mengadakan acara bersama Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam rangkaian kegiatan Kuliah Umum bertema “Mengapa Indonesia Mendukung Palestina?”. Acara ini diadakan pada tanggal 24 Mei 2021 via Zoom Meeting dengan pembicara-pembicara kece dari Kementerian Luar Negeri Indonesia seperti Bang Onim, Pak Muhsin Shihab (Staf Ahli Bidang Hubungan Antarnegara), Pak Trias Kuncahyono, dan Pak Abdul Kadir Jaelani. Pemateri ini membawakan pandangannya masing-masing mengenai konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel. Langsung saja kita bahas persepsi-persepsi unik dari pembicara kita.
Bang Onim membahas tentang isu-isu sosial yang terjadi di Palestina, seperti kondisi masyarakat di sana yang sangat miris akibat digempur oleh Israel. Cedera yang dialami oleh masyarakat Palestina bukan hanya cedera fisik melainkan cedera psikis mereka juga termasuk. Beliau menyatakan keprihatinannya terhadap masyarakat global yang menutup mata melihat konflik yang terjadi disana. Pandangan dunia terhadap isu Palestina- Israel adalah perseteruan antara dua agama dan bukan merupakan suatu hal yang harus di intervensi. Masyarakat dunia hanya terfokus pada isu minor seperti konflik antara faksi Hamas dan Fatah. Padahal kenyataannya Palestina merupakan korban penindasan dan penggusuran yang dilakukan oleh pihak Israel serta harus dikategorikan sebagai isu kemanusiaan. Bang Onim turut turun melakukan diplomasi kemanusiaan dengan menjaga batas tanpa adanya campur tangan masalah internal di Palestina.

Melanjutkan diskusi sebelumnya, Pak Muhsin Shihab selaku Staf Ahli Bidang Hubungan Antarnegara menjelaskan tentang posisi Indonesia pada konflik antara Palestina- Israel. Beliau menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang dengan teguh melaksanakan tujuan nasionalnya seperti yang tertera di UUD 1945 tentang mandate konstitusi penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Selain itu, Indonesia juga tergabung dalam Gerakan Non-Blok serta berkecimpung di dalam OKI sebagai anggota untuk membantu penghormatan terhadap kedaulatan serta pembentukan negara Palestina yang merdeka. Dia berpendapat bahwa Indonesia membantu Palestina merupakan suatu hal yang tidak perlu dijelaskan dasarnya terutama karena sebagai bagian masyarakat internasional, kita terikat pada Piagam PBB (UN Charter) dalam rangka memperjuangkan kemanusiaan. Beberapa tindakan-tindakan yang pernah dilakukan oleh Palestina oleh Indonesia seperti: (1) mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Palestina pada 18 November 1988, (2) Bersama OKI, mendorong resolusi perlindungan rakyat Palestina di Majelis Umum PBB, (3) Indonesia membahas misi internasional di Hebron (TIPH), Israel kemudian berusaha menggagalkan hal ini, (4) Pada tahun 2020, Indonesia mendorong untuk disepakatinya Press Elements mengenai situasi di Palestina pada masa COVID-19, (5) Mengajak NAM untuk melakukan demarche kepada Perutap AS yang diajukan Trump yakni Deal of the Century yang sangat merugikan Palestina. Beliau juga menyatakan bahwa tantangan sebenarnya bukanlah suara mufakat dari masyarakat internasional akan tetapi sikap acuh tak acuh Dewan Keamanan PBB yang menjadi penghambat realisasi perdamaian Palestina.
Masyarakat internasional, tidak semuanya yang mendukung Palestina hal ini dikarenakan paradigma yang dimiliki oleh masyarakat global. Mengapa bisa begitu? Padahal sudah jelas bahwa Israel menjadi penindas bangsa Palestina. Pak Trias Kuncahyono membagikan ilmunya tentang peran narasi media dalam perang modern. Perang informasi ini sudah berlangsung sejak lama, akan tetapi efektivitasnya berbanding terbalik antara dulu dengan sekarang karena penyebaran informasi saat ini sangat mudah dan praktis yang mengakibatkan opini masyarakat mudah terbentuk dan mudah dialihkan. Berdasarkan uraian beliau, Israel melakukan upaya playing victim dalam menyebarkan informasi. Contohnya adalah ketika juru bicara •Netanyahu memposting video di Twitter, untuk menunjukkan militan Palestina menembakkan roket ke arah Israel dari daerah padat penduduk. Video itu sebenarnya peristiwa 2018 di Suriah. Akan tetapi opini publik tergiring dan masyarakat awam malah mengecam tindakan Palestina. Beliau menyarankan kepada kita bahwa sebagai generasi paham teknologi, kita harus melakukan konfirmasi dua kali terhadap informasi yang kita dapatkan dan jangan mempercayai secara mentah-mentah yang tersebar di internet.

Setelah membahas mengenai permasalahan yang terjadi antara Palestina dengan Israel, kita diajak untuk menelusuri kembali sejarah terjadinya konflik bebuyutan ini. Pak Abdul Kadir Jaelani (AKJ) menceritakan bahwa Israel dulunya tidak ada. Hanya ada satu Palestina di Timur Tengah yang pada saat itu dikuasai oleh bangsa Turki-Utsmani selama kurang lebih 400 tahun. Dulunya Palestina merupakan tanah yang penuh keberagaman, sama seperti Indonesia. Disana berkumpul berbagai etnis seperti Yahudi yang asli, Arab, Eropa, Persia dan berbagai ras lainnya. Akan tetapi setelah Perang Dunia 2 berakhir, muncul gerakan zionisme pada akhir abad ke-19 yang disebarkan oleh imigran Yahudi dari Eropa dalam rangka menguasai tanah Palestina. Kemudian di tahun 1920, Inggris menguasai Palestina.

Setelah imigran Yahudi tadi berhasil masuk ke Palestina mereka berusaha menyebarkan teror di Palestina. Akibat dari hal tersebut, pada tahun 1947 PBB memberikan solusi two state countries yang seharusnya tidak diberikan kepada teroris Yahudi imigran tadi. Upaya PBB melalui resolusi tersebut malah berakibat semakin melunjaknya tindakan yang dilakukan oleh Yahudi imigran. Alhasil setelah terjadinya kekosongan kekuasaan di Palestina pada 15 Mei 1948, Yahudi imigran tadi mendeklarasikan diri sebagai negara Israel. Karena tidak memiliki Self Determination Right untuk memiliki wilayah, mereka bergantung kepada Inggris sebagai bekas penjajah Palestina dan mereka berhasil memperluas wilayah mereka di dalam Palestina. Demografi penduduk mereka disebarkan hingga ke dalam wilayah Palestina dalam rangka mengklaim wilayah tersebut secara perlahan. Pak AKJ menyatakan bahwa apa yang terjadi di Palestina merupakan suatu pengkhinatan murni yang dilakukan oleh Yahudi imigran tidak tahu terimakasih dan dia sangat prihatin gerakan aneksasi Yahudi imigran tadi tidak diadili di Mahkamah Internasional mengingat tindakan tersebut merupakan hal yang tabu di masa perdamaian global.
Penulis : Ahmad Ghufran Akbar