IRMD (International Relation Monthly Discussion) yang merupakan salah satu kegiatan diskusi bulanan mahasiswa/i HI UNRAM kembali diadakan pada 25 September lalu dengan judul “20 Tahun Tragedi 9/11 : Apa Kabar War on Terrorism?”, didampingi oleh salah seorang dosen yang tentunya kompeten yakni Pak Alfian Hidayat, S.IP, MA. sebagai pemateri. Pada awal acara, moderator telah memantik beberapa kalimat diantaranya, tragei 9/11 sangatlah tepat diangkat menjadi bahan diskusi bulan ini mengingat peristiwa ini bisa dikatakan sebagai peristiwa iconic yang terjadi pada bulan September dan diperingati oleh masyarakat dunia. Adapun pemateri memberikan gambaran pembahasan sebelum memasuki pembahasan yang sebenarnya bahwa, beliau akan memaparkan 3 poin umum yang kemudian akan diulas satu persatu yakni dimulai dari sejarah 9/11, aktor yang terlibat, hingga kebijakan luar negeri atau pola hubungan yang muncul pasca peristiwa tersebut.

Berbicara mengenai 9/11, sebenarnya kita dapat melihat banyak dimensi didalamnya, dalam artian hal ini juga berpengaruh pada geopolitik, geoekonomi serta geostrategis, namun yang akan kita bahas lebih dalam disini mengenai dinamika keamanan global pasca tragedi tersebut. Berakhirnya perang dingin dengan kemenangan AS dan ideologi liberalnya sebenarnya dapat memunculkan pertanyaan baru, bahwa kedepannya akan ada ancaman baru serta musuh baru dalam tatanan global. Fukuyama pernah menyatakan bahwa “runtuhnya perang dingin menisbatkan bahwa kapitalisme menjadi pemenang, tetapi akan ada tantangan baru”, pernyataan ini pun selaras dengan pernyataan Samual Huntington pada 1996 yang meramalkan bahwa akan adanya ancaman baru yang bersumber dari 2 hal yakni budaya dan agama, pernyataan Huntingtong tersebut dapat dikatakan visioner dikarenakan pernyataan tersebut lahir sebelum terjadinya tragedi yang berpengaruh pad arah tatanan perpolitikan dan keamanan dunia tersebut. Amerika lantas mengambil sikap untuk kebijakan luar negerinya yakni Global War on Terrorism dengan statement dari Presiden Geotarge W. Bush yang mana apabila suatu negara tidak ikut serta dalam kerjasama memerangi terorisme ini, maka negara tersebut merupakan musuh dari AS, kata lain dari hal ini yakni polaritas hubungan unilateralisme.

Seperti yang diketahui, tragedi serangan 9/11 atau biasa disebut tagedi WTC Tower atau beberapa juga menyebutnya sebagai peristiwa selasa kelabu merupakan peristiwa pembajakan 4 pesawat jet penumpang yang didalangi oleh kelompok militan Al-Qaeda yang diketuai Osama bin Laden, sesuai dengan namanya, peristiwa ini terjadi pada tanggal 9 September 2001, 20 tahun silam. Hampir 3000 korban jiwa berjatuhan akibat dari runtuhnya gedung kembar WTC Tower, 2 pesawat menubruk WTC Tower, 1 Pesawat menubruk Pentagon dan 1 lagi berhasil digagalkan. Amerika Serikat pun merespon tindakan tersebut dengan melakukan intervensi militer ke Afghanistan dalam rangka menggulingkan Taliban yang pada saat itu melindungi Al-Qaeda dan merupakan epicentrum pergerakan Al-Qaeda. Adapun pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden merupakan seorang pengusaha atau pebisnis yang  kaya raya, meskipun bukti yang ditemukan AS mengarah padanya tetapi Osama pernah membantah bahwa dirinya terlibat pada serangan tersebut. Intervensi ke Afghanistan merupakan intervensi militeristik AS yang pertama, padahal sebelumnya AS pernah bersekutu dengan Afghanistan dalam memerangi Uni Soviet, AS pun mengeluarkan biaya yang terbilang besar dalam hal ini.

Seiring berjalannya pembahasan, secara tidak langsung, beberapa opini tergiring pada pertanyaan “Mengapa Amerika terlambat menyadari hal tersebut ? Mengapa Amerika yang merupakan negara adidaya dengan sistem pertahanan dan militer terbaik bisa lengah?”  Ada pendapat yang menyatakan bahwa perjuangan Osama bin Laden dan Al-Qaeda tidak tercapture oleh Amerika karena pada saat itu banyak kelompok-kelompok seperti itu, dan Osama yang mempunyai capital atau modal yang besar pun dapat melancarkan rencana tersebut. Ada pula pendapat bahwa bisa saja Amerika yang mendesain 9/11 karena ia bisa saja menghancurkan Taliban dan Al-Qaeda sebelum menjadi besar, dan hal ini bisa disebut sebagai politik setengah hati Amerika atau strategi Amerika dalam menghilangkan ancaman tanpa mencemari tangannya, dan malah dianggap sebagai korban, hal ini pun dapat menimbulkan konflik berkepanjangan sehingga kemudian bukan menjadi musuh Amerika saja tetapi musuh dunia. Pembahasan ini menjadi kian menarik dengan adanya pendapat-pendapat yang memprovokasi kekritisan berfikir dari para peserta.

Pemateri pun memberikan gambaran kebijakan fatal AS pasca tragedi tersebut, yakni dengan pendekatan yang salah atau pendekatan militeristik yang mana hal ini akan menjadikan pihak lawan semakin memberontak karena yang dihadapi merupakan kaum fundamentalis, lalu intervensi di Afghanistan yang menimbulkan banyak korban jiwa dari warga sipil serta mengeruk biaya yang besar dan melibatkan banyak negara di dunia, AS juga melakukan perluasan intervensi ke Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah masal di Irak dan akan digunakan oleh teroris, tetapi hingga Saddam Husein tumbang pun senjata tersebut tidak ditemukan. Pada masa Presiden Obama, Al-Qaeda semakin besar, pendekatan militer pun masih digunakan serta tujuannya dipersempit yakni menangkap dan membunuh Osama, tetapi hal ini juga menimbulkan ketidakstabilan dan memperburuk keadaan ekonomi politik dan sosial serta maraknya korupsi di Afghanistan dan menjadikan Taliban semakin besar, namun pada 2011 dibawah kepemimpinan Obama, Osama bin Laden dinyatakan berhasil ditangkap dan dibunuh. Setelah itupun penarikan pasukan AS dilakukan beraangsur-angsur hingga pada 2021 ini Presiden memutuskan untuk menarik mundur seluruh pasukan AS di Afghanistan. Terlepas dari fakta, teori, argumen serta konspirasi pada tragedi 20 tahun silam,  peristiwa naas tersebut menimbulkan islamophobia di AS yang kemudian menyebar pada dunia barat yang terkadang masih bisa kita rasakan meski 2 dekade telah berlalu.

Dari diskusi mengenai tragedi 9/11 ini dapat disimpulkan bahwa suatu kejadian besar dapat mengubah arah keamanan internasional bahkan tatanan global sekalipun, terlebih apabila didalamnya terlibat aktor yang memiliki hegemon seperti Amerika Serikat. Dapat dikatakan pula bahwa  berakhirnya intervensi Amerika ke Afghanistan tidak berarti bahwa Global War on Terrorism ikut berakhir, hanya saja model pendekatannya lah yang berubah.

Penulis : Fadila Nur Rahman

Editor : Ni Kadek Astrid

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *