Mataram – Pada hari Rabu, tanggal 6 Oktober 2021 menjadi hari yang berkesan bagi kawan-kawan konsentrasi Kajian Global Kontemporer atau KGK karena untuk pertama kalinya kawan-kawan Hubungan Internasional angkatan 2019 melakukan kuliah umum langsung menuju LANAL, lebih tepatnya Mako Lanal TNI AL Ampenan. Kegiatan ini menjadi menarik karena setelah kurang lebih dua tahun menjalankan kuliah secara daring akibat pandemik, kuliah luring dilaksanakan secara perdana dalam kegiatan Kunjungan ke LANAL.
Titik kumpul kegiatan ialah gedung Soebiyanto FISIPOL UNRAM. Pada pukul 09.00 pagi, kawan-kawan yang kurang lebih berjumlah 40 orang langsung menuju Mako Lanal TNI AL Ampenan menggunakan kendaraan masing-masing. Sampai di Mako Lanal, peserta kelas dengan dresscode almamater diminta berbaris rapi oleh salah satu TNI AL yang berjaga di sana dan mengantar kami menuju aula utama tempat perkuliahan akan berlangsung. Kelas ini didampingi oleh ibu Ismah Rustam S.IP, M.A yang merupakan salah satu dosen di mata kuliah KGK dan fokus ajarannya ialah terkait dengan kemaritiman. Ibu Ismah sudah berada di aula saat kami tiba, duduk bersama bapak Purwanto yang menyambut kami dengan sangat baik.
Masuk pada sesi kuliah umum, bapak Purwanto membuka kelas dengan ucapan selamat datang dan mengatakan jika praktek penting dalam pembelajaran, termasuk juga datang langsung ke tempat dimana praktek ‘kemaritiman’ dilakukan. Ucapan terima kasih sebagai pembuka kelas juga dihaturkan oleh ibu Ismah kepada Mako Lanal TNI AL dan para peserta kelas pagi itu. Kelas diambil alih oleh Taufuq Yudha Laksana S.H yang merupakan Kapten Laut dan sekaligus menjadi pemateri utama pagi itu. Tajuk dari materi yang akan diberikan ialah Hukum Laut Internasional (Hak Lintas Kapal Asing) dan kaitannya dengan UNCLOS 1982. Sebelum masuk pada materi inti, penayangan video yang berisikan lokasi lokasi Mako LANAL yang ada di NTB. Tidak sampai sana saja, penayangan video juga dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa keberadaan TNI AL penting untuk mengamankan wilayah di perbatasan dan pulau-pulau kecil dan terluar dari Indonesia, termasuk di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Masuk pada materi pertama, Pak Taufiq menjabarkan bahwa terdapat lima dasar hukum beroperasi untuk TNI AL, hukum beroperasi ini diterapkan di skala nasional maupun internasional. Salah satu hukumnya ialah UNCLOS 1982. United Nation Convention on the Law of the Sea atau biasa disebut dengan UNCLOS merupakan perjanjian internasional yang dihasilkan dari konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB tentang hukum laut yang disahkan pada 10 Desember 1982. Indonesia meratifikasi perjanjian ini 3 tahun setelah diresmikan, tepatnya pada tahun 1985. Ratifikasi perjanjian ini dilakukan dalam hukum nasional Indonesia, tepatnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. UNCLOS 1982 penting bagi Indonesia, dituturkan oleh pak Taufiq dikarenakan hal ini terkait dengan keberhasilan perjuangan negara kepulauan seperti Indonesia sejak deklarasi Djuanda tahun 1957. Hal ini berkaitan dengan batas-batas laut wilayah kepulauan di Indonesia pun juga dengan garis-garis batas wilayah pulau terluar Indonesia. UNCLOS 1982 penting untuk legitimasi wilayah Indonesia dan juga seharusnya menjadi pengakuan resmi negara-negara yang menandatangani tentang keberadaan batas wilayah resmi Indonesia.
Wilayah perairan Indonesia yang dilegitimasi sepenuhnya merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah perairan pedalaman; perairan kepulauan; dan laut territorial. Lebih lanjut dipaparkan bahwa hak berdaulat dan yurisdikdi Indonesia sepanjang Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE terhitung 200 mil dari bibir pantai. Dalam wilayah ini, negara memanfaatkan kekayaan sumber daya alam Indonesia, mengeksplorasi lebih dalam apa saja yang ada di dalamnya, pembangunan, riset ilmiah kelautan demi ilmu pengetahuan, dan juga menjadi perlindungan terluar Indonesia dari ancaman luar. Dalam materinya juga pak Taufiq menjelaskan terkait landasan kontinen yang tidak banyak diketahui bahwa landasan kontinen ditarik 350 mil ke luar pulau bukan dari bibir pantai, melainkan dari kelanjutan alamiah wilayah darat dari suatu pulau. Kewenangan Indonesia atas wilayah kelautannya ini dapat dimanfaatkan sumber daya yang ada, dengan segala kekayaan yang ada Indonesia dapat lebih mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam laut negaranya.
Lebih lanjut dijelaskan juga terkait dengan high seas atau laut bebas yang merupakan wilayah yang bukan bagian dari ZEE dan menjadi wilayah perairan internasional. Materi berlanjut ke diplomasi maritim. Diplomasi maritim sudah Indonesia dicanangkan sejak era pertama presiden Joko Widodo. Diplomasi maritim terwujud sebagai bentuk optimisme Indonesia dengan agenda sebagai ‘Poros Maritim Dunia’. Hal ini disokong oleh kekayaan wilayah laut Indonesia dan letaknya yang sangat strategis dalam perairan dunia. Indonesia menjadi penting dikarenakan merupakan gerbang pintu dua arah perjalanan perdagangan internasional dikarenakan berada di antara dua benua dan dua samudera.
Sesi intermezzo dilakukan oleh pemateri ketika pak Taufiq menanyakan apa perbedaan diantara pembajakan dan perompakan. Pembajakan merupakan pengambilan kapal korban seluruhnya, termasuk apa yang ada di dalamnya. Sedangkan perompakan merupakan pengambilan barang atau kargo bawaan yang ada di suatu kapal tanpa adanya proses pengambil alihan kapal. Sesi tanya jawab juga diisi oleh pertanyaan yang tidak melulu tentang materi inti, juga tentang TNI AL dan seragam apa saja yang dimiliki dan digunakan kapan saja. Menarik karena ternyata TNI AL merupakan cabang TNI yang paling banyak memiliki seragam dinas. Masuk pada sesi tanya jawab setelah ‘intermezzo’, para peserta dijelaskan terkait dengan permasalahan di Blok Hambalang. Pertanyaan melayang terkait dengan “kenapa Blok Hambalang menjadi rebutan Indonesia dan Malaysia saat ini?”. Ternyata hal ini berkaitan dengan sumber daya alam, terutama minyak bumi yang sangat kaya di daerah itu. Permasalahan inti ialah dikarenakan Malaysia mengklaim Blok Hambalang merupakan bagian wilayahnya karena Malaysia berpatokan dengan peta Inggris yang sebelumnya menjadi ‘tuan’ di tanah mereka. Permasalahan semakin meruncing ketika Indonesia juga mengklaim bahwa Blok Hambalang merupakan miliknya karena Indonesia pun juga menggunakan referensi peta wilayah Belanda yang, seperti Inggris di Malaysia, pernah menjadi ‘tuan’ di rumahnya.
Materi berlanjut terkait dengan pengaplikasian UNCLOS 1982 di Indonesia yang masih saja belum mendapatkan legitimasi pasti dari negara-negara besar seperti Amerika dan Inggris. Beberapa kali mereka mengajukan terkait dengan ALKI atau Alur Laut Kepulauan Indonesia. Beberapa kali, wilayah ALKI yang sejatinya merupakan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mendapat pelanggaran dari kapal-kapal asing. Negara-negara besar seperti masih tidak mengakui bahwa jalur ALKI merupakan wilayah Indonesia dan mengira itu merupakan jalur laut internasional yang bisa dilalui oleh siapa saja dan kapan saja. Peran TNI AL sangat apik menghadapi permasalahan ini. Pelanggaran-pelanggaran wilayah yang terjadi dihadapi dengan serius namun juga tetap dalam lajur damai.

Materi diakhiri dengan aksi heroik para TNI AL di ALKI dan keseriusan mereka menjaga dan melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai ancaman asing yang masuk. Closing Statement pada kegiatan hari itu diberikan oleh bapak Surjandi dan ibu Ismah Rustam yang sama-sama membahas tentang pentingnya penjagaan laut dan ketahanan laut Nusantara. Besar harapan semua pihak agar kedaualatan Indonesia kedepannya tidak hanya dijaga, namun juga diperkuat bersama tidak hanya dari segelintir pihak, namun juga melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk sebaik-baiknya Indonesia.
Penulis : Tara Febriani Khaerunnisa